Banten, elangmasnews.com,- 15 April 2025 – Dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023 kini tengah ditangani Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Penyelidikan menunjukkan aliran dana hasil kejahatan itu merembes ke sejumlah pejabat penting, menimbulkan kerugian besar terhadap negara dan rakyat.
Masyarakat mendesak agar proses hukum dilakukan secara terbuka dan transparan. Mereka berharap tidak ada pihak yang dilindungi atau diselamatkan, mengingat korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus dihukum setimpal.
“Sudah waktunya hukuman mati atau minimal seumur hidup dijatuhkan kepada koruptor, termasuk penyitaan seluruh aset mereka untuk memberi efek jera,” kata Jacob Ereste, pengamat sosial-politik.
Sejumlah lokasi seperti rumah pengusaha Muhammad Riza Chalid, PT Orbit Terminal Merak, dan terminal BBM PT Pertamina Patra Niaga telah digeledah untuk mencari bukti. Hasilnya memberi harapan bahwa hukum di Indonesia masih bisa ditegakkan.
Pihak Kejaksaan Agung telah menyatakan bahwa Menteri BUMN Erick Thohir dan kakaknya, Boy Thohir—pemilik PT Adaro—tidak terlibat. Namun, pernyataan ini tetap menuai sorotan dan perlu pengujian lebih lanjut, terutama setelah beredar video yang menarasikan dugaan keterlibatan mereka.
Sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk Fitra Eri (influencer otomotif), Riva Siahaan (Direktur di Pertamina), serta nama-nama dari jajaran direksi Pertamina lainnya. Dari pihak swasta, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka: Dimas Werhaspati (Komisaris PT Jenggala Maritim), Ramadan Joede (Dirut PT Orbit Terminal Merak Gading), dan Muhammad Kerry Andrianto Riza (pemilik PT Navigator Khatulistiwa).
Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun per tahun. Dalam lima tahun, nilainya hampir menembus Rp 1.000 triliun. Center of Economic and Law Studies (Celios) juga mencatat, kerugian konsumen akibat pembelian BBM berkualitas rendah bisa mencapai Rp 47 miliar per hari atau sekitar Rp 17,4 triliun per tahun.
“Lalu, di mana kompensasi untuk rakyat yang menjadi korban?” tanya Jacob Ereste.
Masyarakat menuntut pembuktian terbalik atas kekayaan para pejabat, penyitaan aset tak wajar, dan pemberlakuan hukuman berat. Tanpa langkah tegas ini, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi ilusi.
Tragisnya, kepercayaan publik juga terkikis karena sejumlah hakim pun disebut-sebut memperjualbelikan keadilan.
“Korupsi telah menjadi permainan keji para pejabat bejat. Hukum dan keadilan harus ditegakkan, atau rakyat akan terus menjadi korban,”* pungkas Jacob Ereste(Red)