Dewan Penasehat Spiritual DPP LSM ELANG MAS, Jacob Ereste : Sakral, Religius dan Spiritual Dalam Tata Kerajaan Nusantara.

Dewan Penasehat Spiritual DPP LSM ELANG MAS, Jacob Ereste : Sakral, Religius dan Spiritual Dalam Tata Kerajaan Nusantara.
Spread the love

Dewan Penasehat Spiritual DPP LSM ELANG MAS, Jacob Ereste : Sakral, Religius dan Spiritual Dalam Tata Kerajaan Nusantara.

Balaraja,-elangmasnews.com // Kendati kerajaan yang sakral dan kerajaan religius pada dasarnya sama bersifat spiritual juga, namun perbedaannya tetap ada dalam bentuk yang mengalami transisi. Karena kerajaan yang sakral berbasis pada kosmologi tradisional — alam, roh, leluhur — dan energi semesta. Raja dipercaya sebagai titisan atau wakil dewa. Sehingga legitimasi kekuasaan datang dari tata semesta dan mitologi lokal.

Sifat-sifat kerajaan yang sakral tetap memiliki dimensi spiritual dengan menggabungkan kebijaksanaan lokal — kosmologi — dengan nilai-nilai transenden tanpa terikat oleh doktrin agama apapun. Namun uniknya kerajaan yang sakral tetap memiliki kesadaran batin, harmoni hidup dan ajaran moral yang universal juga.

Kecuali itu, dalam kerajaan yang sakral, raja atau pemimpin spiritual tidak hanya sebatas simbol, tetapi juga diyakini sebagai pembimbing rohani. Sehingga nilainya cenderung inklusif dan mistik — metafisik. Karenanya dalam kerajaan khas di Nusantara memilik ajaran kejawen, kerohanian khas Bali, atau semacam pengaruh tasawuf dalam kekuasaan raja tertentu.

Sedangkan Kerajaan yang bersifat religius, kerajaan dilegalkan berdasarkan norma-norma agama Wahyu. Sehingga raja menjadi pelaksana dari syariat Tuhan. Dan struktur kekuasaan berbasis pada hukum dan tata sosial yang disandarkan pada kitab suci. Ciri khas ini terlihat jelas dalam tata pemerintahan kesultanan Demak dan Kerajaan Mataram Islam sejak Sultan Agung.

Pada umumnya, kerajaan yang bernuansa spiritual lebih pada kedalaman batin dan keselarasan, bukan sekedar hukum atau ritus. Menjembatani nilai-nilai sakral tradisional dan sistem pemerintahan yang lebih formal religius. Jadi, kerajaan yang spiritual berada diantara kerajaan yang sakral dan kerajaan yang religius, sebagai bentuk transisi atau sintesis dari kedua kerajaan yang sakral dan kerajaan yang bersifat religius.

Karena itu, orientasi dari kerajaan yang bersifat sakral membangun dan menjaga keseimbangan kosmis — mikrokosmos dan mikrokosmos — berdasarkan spiritual dan metafisis. Artinya, kerajaan tidak hanya sekedar tatanan politik dan kekuasaan belaka, tetapi juga menjadi pusat sakral dari jagat raya.

Begitulah keteraturan yang menjaga hubungan harmoni antara alam, manusia dan roh para leluhur yang sebagai metaforis dari Tuhan. Sehingga tujuan utama kerajaan pada umumnya adalah menjaga hukum alam semesta bersama kebaikan sesama manusia.

Dimana pusat spiritual dan budaya kerajaan yang sakral menjadi pusat ritual, membangun tempat upacara persembahan serta memelihara tradisi yang suci agar dapat ikut menjaga tatanan harmoni alam semesta dan kehidupan seluruh makhluk yang ada di dalamnya.

Begitulah peran raja sebagai mediator antara langit dan bumi yang dilakukan dengan disiplin spiritual.

Bila orientasi dari kerajaan sakral bersifat spiritual, simbolik dan kosmik, sedangkan orientasi dari kerajaan yang bersifat religius menempatkan ajaran formal agama Wahyu sebagai dasar panduan kekuasaan.

Tampaknya, karena itu dari keberadaan kerajaan yang bersifat spiritual yang berada diantara kedua sifat dan sikap kerajaan tersebut di atas, acap dilihat memiliki sifat dan sikap sinkretisme yang dianggap mendua, seperti monopoli kejawen.

Padahal, sifat dan sikap spiritual sendiri universal — dapat dilakoni dan diikuti oleh siapa saja dari bilik agama apapun, termasuk bangsa dan latar belakang budaya yang ada di bumi.

Agaknya, begitulah esensi sakral dalam tata kerajaan di Nusantara yang menempatkan kesucian dan makna spiritual. Sedangkan esensi dari religius dalam tata kerajaan di Nusantara menempatkan kepatuhan dan pengabdian kepada Tuhan melalui sistem kepercayaan, ajaran dan tata cara ibadah yang mematuhinya secara terstruktur dan disiplin yang tinggi.

Adapun sistem tata kelola kerajaan kerajaan yang bersifat spiritual menempatkan kesadaran batin yang dalam pada makna hidup dan tata hubungannya dengan ilahi Rabbi sebagai hakikat yang terdalam dari kehidupan.

Maka itu, tata pelaksanaan dari pemerintahan bercorak republik sangat diharap dapat menyerap serta mengaplikasikan ketiga unsur tatanan pemerintahan yang lebih paripurna untuk mencapai keinginan bersama, bukan hasrat atau birahi penguasa semata. (*)


Spread the love

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *