Subang,Jawa Barta,-elangmasnews -Tersiar kabar adanya dugaan kerugian negara fantastis mencapai Rp 15 Miliar, akibat kurangnya volume proyek infrastruktur yang tak kunjung tuntas. Hal tersebut menjadi ‘penyakit’ di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabuoaten Subang.
Temuan BPK tentang kekurangan volume belanja modal jalan, irigasi dan jaringan dalam LHP LKPD TA 2024 (diserahkan 23 Mei 2025 lalu), bukan lagi sekedar catatan, melainkan alarm bahaya yang mengindikasikan adanya celah besar dalam pengelolaan anggaran.
BPK sendiri menyebutnya sebagai permasalahan yang masih ditemukan, sebuah isyarat kuat bahwa persoalan ini sudah terlalu sering terulang.
Upaya Klarifikasi Dijawab Bungkam, Dinas PUPR Menghilang!
Triberita.com dan elangmasnews.com telah berulang kali menyambangi kantor Dinas PUPR Kabupaten Subang untuk meminta klarifikasi atas temuan BPK, terutama terkait nilai Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang dikabarkan mencapai angka Rp 15 Miliar.
Sebuah nominal yang bisa membangun puluhan sekolah atau fasilitas kesehatan bagi rakyat Subang. Namun, upaya klarifikasi ini selalu menemui jalan buntu.
Kepala Dinas PUPR, Heri Sopandi yang kini juga merangkap jabatan sebagai Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispemdes), seolah menghilang ditelan bumi.
Berulang kali dihubungi, jawabannya selalu sama: “lagi keluar”, “besok ada acara di luar”, atau “sedang di luar kota”. Staf, para Kabid di lingkungan dinas pun kompak bungkam, enggan memberikan jawaban klarifikasi kepada Awak Media.
Ini bukan hanya sekadar enggan bicara, tapi seperti upaya menghindar dari tanggung jawab.
Bukan Pertama Kali?
Dalam LHP LKPD TA 2021 (pemeriksaan atas laporan tahun anggaran 2020), BPK juga pernah mencatat adanya kekurangan volume pada 17 paket pekerjaan.
Meskipun angka spesifik tahun 2024 belum dirinci secara publik, jenis temuan ini konsisten menyoroti adanya disparitas antara pekerjaan yang dibayar dengan realisasi fisik di lapangan.
Bahkan, Bupati Subang Reynaldy Putra Andita Budi Raemi sendiri beberapa waktu lalu, dalam konteks penyerahan LHP TA 2024, sempat menyinggung tentang catatan terkait proyek fisik yang menjadi concern atau potensi yang harus dikejar.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa masalah infrastruktur dan kekurangannya telah menjadi perhatian berkelanjutan di tingkat eksekutif.
Potensi Kerugian Negara: Jelas dan Nyata
Temuan “kekurangan volume” bukanlah sekedar administratif. Ini adalah indikator langsung adanya potensi kerugian uang negara/daerah.
Ketika anggaran miliaran rupiah digelontorkan untuk pembangunan jalan, irigasi, atau jaringan, namun volume pekerjaan tidak sesuai kontrak, maka terjadi kelebihan pembayaran atas pekerjaan yang tidak tuntas.
Ini harus menjadi prioritas utama untuk ditindaklanjuti, bukan sekadar catatan yang berulang setiap tahun.
Konsekuensi jangka panjangnya pun tak kalah serius.
Proyek Infrastruktur yang dibangun di bawah standar atau tidak sesuai volume akan lebih cepat rusak, dan ini memerlukan biaya pemeliharaan atau perbaikan yang lebih besar di kemudian hari.
Akibatnya, tidak memberikan manfaat optimal bagi masyarakat yang bergantung pada kualitas jalan atau sistem irigasi tersebut.
Surat Resmi 7 Pertanyaan, Tembusan ke KPK!
Frustrasi dengan sikap tertutup Dinas PUPR, Triberita.com tak tinggal diam. Sebuah surat resmi berisi 7 pertanyaan mendasar telah dilayangkan kepada pihak Dinas PUPR, dengan tembusan yang sengaja diperluas hingga ke lembaga-lembaga penegak hukum tertinggi, yakni: Bupati Subang, Ketua DPRD Subang, BPK Perwakilan Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Langkah ini diambil sebagai bentuk desakan serius agar temuan BPK tidak hanya menjadi catatan di atas kertas, melainkan ditindaklanjuti secara transparan dan akuntabel.
Triberita.com dan elangmasnews.com menganalisa, hal ini seperti Lagu Lama Kerugian Negara. (Hrn.Tim/Red)