Elangmasnews.com. BATUBARA –SUMATERA UTARA-Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Batubara S
sukses melakukan penegakan hukum melalui penggerebekan dan penyitaan barang yang diduga ilegal.
Namun alih-alih menghadirkan kepastian hukum, kasus ini justru menyisakan kabut tebal tanda tanya. Barang disita, tetapi pelaku seolah lenyap. Penindakan terjadi, transparansi justru tertinggal.
Penggerebekan tersebut berlangsung di Perumahan Citra Permata, Desa Pematang Cengkring, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, pada Sabtu, 20 Desember 2025, sekitar pukul 02.00 WIB.
Informasi ini diperoleh berdasarkan hasil investigasi awak media serta keterangan warga setempat yang dilibatkan langsung sebagai saksi penggeledahan.
Salah seorang warga berinisial RZ mengaku diminta pihak Satreskrim Polres Batubara untuk menyaksikan proses penggeledahan di sebuah rumah sewa milik seorang Haji yang disewa oleh seseorang berinisial RJ.
“Kejadiannya sekitar jam dua pagi. Polisi datang dan saya diminta menjadi saksi saat penggeledahan di rumah sewa itu,” ujar RZ kepada awak media.
Dari hasil penggeledahan tersebut, aparat menemukan sejumlah besar barang yang dikemas rapi dalam kotak-kotak besar.
Menurut keterangan saksi, barang tersebut menyerupai coklat bubuk dengan label bertuliskan “GAZA”.
“Jumlahnya banyak bang, nilainya bisa puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Setelah selesai, barang langsung diangkut pakai truk oleh pihak kepolisian,” tambah RZ.
Ironisnya, hingga kini publik belum mendapatkan penjelasan yang terang benderang. Barang telah disita, tetapi status hukum barang tersebut, asal-usulnya, serta siapa pihak yang harus bertanggung jawab masih gelap.
Tidak ada penetapan tersangka, tidak ada penahanan, bahkan tidak ada konferensi pers resmi yang menjelaskan duduk perkara kasus ini secara utuh.
Sikap tertutup aparat semakin memperkuat kecurigaan publik.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi langsung kepada Kapolres Batubara AKBP Doly Nelson H.H. Nainggolan, pesan yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp tidak mendapatkan respons.
Bungkamnya pimpinan kepolisian di tengah sorotan publik justru menimbulkan spekulasi liar.
Lebih jauh, penjelasan dari Kasi Humas Polres Batubara IPTU Ahmad Fahmi, SH pun dinilai normatif dan terkesan menghindar.
Kepada awak media, ia hanya menyampaikan bahwa pertanyaan akan diteruskan ke Satreskrim.
“Siap Pak Rudi, terima kasih atas pertanyaannya, akan kami teruskan ke Satreskrim Polres Batubara,” ujarnya singkat, tanpa memberikan substansi apa pun terkait kasus tersebut.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah penegakan hukum hanya berhenti pada penyitaan barang? Jika barang diduga ilegal, mengapa tidak ada kejelasan status hukum? Jika ditemukan di rumah sewa, mengapa penyewa dan pihak terkait tidak diproses secara transparan? Ataukah ada kepentingan tertentu yang membuat kasus ini terkesan “diamankan” dari sorotan publik?
Atas dasar itu, awak media mendesak Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Whisnu melalui jajaran Propam Polda Sumut untuk turun tangan langsung mengawal dan mengawasi penanganan perkara ini.
Ketertutupan informasi dan minimnya akuntabilitas Polres Batubara dinilai mencederai prinsip profesionalisme serta kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Penegakan hukum tidak cukup hanya dengan menyita barang.
Tanpa kejelasan pelaku dan proses hukum yang transparan, penindakan justru berpotensi menjadi formalitas belaka.
Publik berhak tahu: siapa pemilik barang, apa pelanggarannya, dan ke mana arah penanganan kasus ini?
Jika aparat terus memilih bungkam, maka wajar bila publik menilai kasus ini bukan sekadar gelap, tetapi sengaja digelapkan.
Red











