Emak-Emak Demo di Medan Soroti Laporan Polisi yang Diduga Kadaluwarsa

Emak-Emak Demo di Medan Soroti Laporan Polisi yang Diduga Kadaluwarsa
Spread the love

Medan,Elangmasnews.com,- Aksi unjuk rasa sekelompok emak-emak di depan Mapolrestabes Medan pada Rabu (3/9/2025) memantik perhatian publik. Mereka menolak keras kriminalisasi yang diduga dilakukan oleh oknum penyidik terhadap dua terlapor dalam perkara yang dianggap sudah melewati masa daluwarsa hukum pidana.

Para pengunjuk rasa membawa sejumlah poster dan spanduk berisi protes. Mereka meminta perhatian langsung Kapolda Sumut dan Wakapolrestabes Medan atas dugaan ketidakprofesionalan penyidik Alam Surya Wijaya, yang menangani laporan polisi terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan.

Laporan polisi tersebut dibuat oleh Fahril Fauzi Lubis alias Ucok, yang merupakan abang kandung salah seorang terlapor, Masdelina Lubis (MDL). Ia menuduh Masdelina dan adiknya, HBL, melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan, serta memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, sebagaimana diatur dalam Pasal 378, 372, dan 242 KUHP.

Namun, Masdelina menegaskan laporan itu cacat hukum. Alasannya, peristiwa yang dituduhkan terjadi pada tahun 2005, tetapi baru dilaporkan pada 2024 atau 19 tahun kemudian. “Itu sudah jelas kadaluwarsa. Penyidik tidak bisa memaksa kasus ini tetap diproses,” ujar Masdelina dalam orasinya.

Berdasarkan Pasal 78 KUHP, hak menuntut pidana akan hapus jika telah melewati batas waktu tertentu. Untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara di bawah 9 tahun, masa daluwarsa adalah 12 tahun. Artinya, laporan yang baru dibuat setelah 19 tahun seharusnya tidak dapat lagi diproses.

Hal ini sejalan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyelidikan Tindak Pidana, yang mengatur bahwa laporan pidana harus memperhatikan asas kepastian hukum dan ketentuan daluwarsa. Jika laporan melewati tenggat, penyidik seharusnya mengeluarkan surat penghentian penyelidikan (SP2 Lidik) atau surat penghentian penyidikan (SP3).

Dugaan Tekanan dalam Proses BAP Masdelina juga mengaku mendapat tekanan saat pemeriksaan. Menurutnya, ia hanya pernah menandatangani satu kwitansi penerimaan uang, sementara pelapor membuat tiga kwitansi dengan jumlah berbeda. Namun, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), penyidik disebut-sebut memaksa dirinya untuk mengakui semua kwitansi.

“Ketika saya protes, keberatan saya tidak dicatat. Justru di BAP ditulis saya mengakui semua kwitansi. Ini bentuk intimidasi,” kata Masdelina. Ia menilai sikap penyidik tidak beretika dan cenderung berpihak pada pelapor.

Kasus ini semakin janggal karena objek perkara merupakan harta warisan keluarga berupa tanah dan bangunan di Jl. Letda Sujono No. 163. Pewarisnya ada enam orang, namun hanya Masdelina yang dilaporkan. “Padahal justru pelapor yang menguasai bangunan dan sertifikat tanah, sementara pembayaran belum lunas,” jelasnya.

Bagi Masdelina, perkara ini murni sengketa keluarga yang seharusnya diselesaikan secara perdata, bukan dijadikan kasus pidana. Ia mendesak Polrestabes Medan untuk menghentikan laporan tersebut demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum.

Pakar hukum pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Arifin Nasution, SH., MH, ketika dimintai pendapat menyatakan bahwa kasus ini berpotensi cacat hukum. “Apabila peristiwa pidana yang dituduhkan terjadi tahun 2005, maka jelas sudah melewati masa daluwarsa sebagaimana Pasal 78 KUHP. Penyidik wajib mengeluarkan SP3, bukan malah memaksakan proses hukum,” tegasnya.

Menurut Arifin, kasus yang melibatkan saudara kandung dengan objek sengketa warisan seharusnya lebih tepat ditempuh melalui jalur perdata. “Kriminalisasi dalam konteks keluarga sangat berbahaya karena justru menimbulkan konflik sosial baru. Aparat penegak hukum harus hati-hati agar tidak memperkeruh keadaan,” tambahnya.

Lewat aksinya, emak-emak yang mengaku menjadi korban kriminalisasi itu meminta Kapolda Sumut meninjau ulang kinerja penyidik. Mereka juga berharap Wakapolrestabes Medan turun tangan menengahi kasus, sekaligus mencabut laporan polisi yang dianggap penuh kejanggalan.

“Sebagai seorang ibu sekaligus korban, saya tidak terima dijadikan tersangka. Saya menuntut keadilan agar laporan yang sudah kadaluwarsa ini dihentikan,” pungkas Masdelina di hadapan awak media.

#Penulis:( TimRed )#.

 

 


Spread the love

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *