Simalungun – elangmasnews.com,- Polemik klaim tanah adat kembali mencuat di Kabupaten Simalungun. Dewan Pimpinan Pusat Partumpuan Pemangku Adat dan Budaya Simalungun (PPABS) menegaskan, klaim sepihak sejumlah kelompok masyarakat terkait tanah adat tidak memiliki dasar hukum.
Ketua Bidang Hukum PPABS, Hermanto Hamonangan Sipayung SH CIM, menyampaikan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menegaskan melalui surat resmi pada 2023 bahwa hingga kini belum ada penetapan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di wilayah Kabupaten Simalungun.
Surat bernomor S.211/PKTHA/PIAHH/PSL.7/2/09/2023 tanggal 8 September 2023, serta surat KLHK lain tertanggal 14 Maret 2023, menegaskan bahwa pengakuan MHA hanya bisa dilakukan melalui Peraturan Daerah (Perda) sesuai amanat UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 23 Tahun 2021.
“Jangan ada pihak yang melakukan klaim sepihak. Itu tindakan ilegal yang bisa menimbulkan masalah hukum dan konflik sosial. KLHK sudah jelas menyatakan belum ada penetapan MHA di Simalungun,” tegas Hermanto, Senin (23/9/2025).
Hermanto juga mengingatkan, jika ada pihak yang merasa memiliki hak, maka mekanisme resmi sesuai undang-undang harus ditempuh, bukan dengan cara sepihak yang justru merugikan masyarakat Simalungun asli.
Nada serupa disampaikan Ketua Gerakan Masyarakat Adat Simalungun Horisan, Sarmuliadin Sinaga ST. Ia menekankan bahwa hak ulayat di Simalungun hanya dimiliki oleh keturunan tujuh harajaon (kerajaan adat) yakni Damanik, Sinaga, Purba Tambak, Dasuha, Purba Pakpak, Saragih Garingging, dan Dasuha.
“Tanah adat itu jelas milik keturunan marga asli Simalungun. Jangan dibalik-balik seolah ada pelanggaran HAM. Justru kami masyarakat Simalungun yang berpotensi menjadi korban jika klaim sepihak ini dibiarkan,” ujar Sarmuliadin.
Ia juga meminta aparat daerah hingga pusat bersikap tegas agar tidak muncul konflik horizontal akibat klaim tanpa dasar. Menurutnya, jika pemerintah ingin membantu kelompok tertentu, sebaiknya dengan membeli lahan, bukan memaksakan klaim ulayat.
“Masyarakat Sihaporas-Sipolha tetaplah bagian dari Simalungun, dan harus dihormati. Tapi jangan ada pihak yang seenaknya mengatasnamakan adat demi kepentingan sendiri. Kalau singa tidur dibangunkan, konflik pasti muncul,” pungkasnya.
(S.Hadi.P/Rel)