Ketua Dewan Pakar DPP LSM ELANG MAS Prof.Dr.KH.Sutan Nasomal,SH.MH : PT Laot Bangko Aceh Terancam Sanksi Berat Akibat Pelanggaran Aturan Plasma dan Pengabaian CSR
JAKARTA,-elangmasnews.com – PT Laot Bangko di Subulussalam, Aceh, berisiko menghadapi sanksi hukum dan kerugian ekonomi yang signifikan akibat pelanggaran aturan plasma dan pengabaian tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), demikian disampaikan Ketua Dewan Pakar DPP LSM ELANG MAS (Elemen Pejuang Masyarakat) yang juga sebagai Pakar Hukum Internasional, Prof. Dr. KH.Sutan Nasomal, S.H., M.H.
Ketidakpatuhan terhadap aturan tersebut, menurut Prof. Nasomal, merupakan pelanggaran serius yang berdampak hukum, sosial, dan ekonomi.
Perusahaan perkebunan wajib mematuhi regulasi dan mengimplementasikan CSR berkelanjutan untuk menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat dan keberlanjutan bisnis.
Prof. Sutan, yang juga Pendamping Hukum LSM Suara Putra Aceh Kota Subulussalam, menjelaskan bahwa pelanggaran aturan plasma dan pengabaian CSR berpotensi menimbulkan dampak serius secara hukum, finansial, dan sosial.
Kerugian tidak hanya dialami masyarakat adat dan lokal, tetapi juga berdampak pada reputasi dan keberlanjutan operasional PT Laot Bangko, yang acapkali berkonflik dengan masyarakat sekitar wilayah Hak Guna Usahanya (HGU).
Pelanggaran Aturan Plasma:
Aturan plasma mewajibkan alokasi sebagian lahan konsesi untuk kemitraan dengan masyarakat sekitar, bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan mencegah konflik agraria. Pelanggaran yang mungkin terjadi:
– Alokasi lahan plasma di bawah persentase yang ditetapkan (umumnya 20%).
– Pengelolaan kebun plasma yang tidak transparan, tidak partisipatif, atau tidak sesuai standar.
Sanksi yang mungkin dijatuhkan: konflik sosial, protes, tekanan dari LSM dan masyarakat adat, sanksi administratif (teguran, denda, pembekuan/pencabutan izin usaha), hingga proses hukum pidana jika melanggar UU Perkebunan atau peraturan daerah terkait.
Pengabaian CSR:
CSR bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga regulasi yang mengikat, terutama di sektor yang berdampak langsung pada lingkungan dan masyarakat.
Proyek “Paret Gajah” di Kecamatan Penanggalan, Subulussalam, menjadi contoh konflik antara PT Laot Bangko dan masyarakat. Aspek CSR yang sering diabaikan:
– Perlindungan dan pelestarian lingkungan.
– Kesejahteraan dan keselamatan kerja karyawan.
– Pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal.
Risiko pengabaian CSR: kerusakan lingkungan (gugatan/tuntutan pidana), penolakan sosial dan boikot produk, penurunan citra dan nilai investasi, serta sanksi hukum (perdata dan pidana).
Prof. Nasomal mendesak Wali Kota Subulussalam, Haji Rasid Bancin, untuk segera menyelesaikan konflik lahan yang melibatkan PT Laot Bangko dan masyarakat.
Ia menekankan pentingnya peran aktif Pemko Subulussalam, khususnya melalui Satgas Perkebunan atau Dinas Pertanian Perkebunan, dalam menyelesaikan konflik.
Prof. Nasomal menyoroti kurangnya sosialisasi dan manfaat yang diterima masyarakat terkait HGU PT Laot Bangko, serta pentingnya perlindungan hak-hak masyarakat adat dan petani sesuai regulasi pemerintah RI dan Qanun Aceh.
Ia juga menyoroti pembangunan “Paret Gajah” yang beririsan dengan lahan masyarakat dan meminta konflik ini diselesaikan sebelum pembangunan berlanjut.
Prof. Nasomal berharap tercapainya solusi adil dan berkelanjutan untuk menciptakan harmoni dan kesejahteraan masyarakat Subulussalam.(*).