Makassar – elangmasnews.com,- Polda Sulsel kembali menyerahkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada keluarga almarhum Virendy Marjefy Wehantouw, mahasiswa Arsitektur Universitas Hasanuddin (Unhas) yang meninggal dunia saat mengikuti Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII Mapala 09 FT Unhas pada Januari 2023 lalu.
Surat dengan nomor B/2150 A.1.2/VII/RES.1.24/2025/Krimum itu diserahkan langsung oleh penyidik Briptu Suardi Ibnu Bahtiar kepada ayah korban, James Wehantouw, di ruang Ditreskrimum Polda Sulsel, Selasa (19/8/2025). Penyerahan tersebut turut disaksikan atasannya, AKP Firman SH, dan kuasa hukum keluarga, Muhammad Sirul Haq SH, C.NSP, C.CL.
Dalam SP2HP tertanggal 29 Juli 2025 yang ditandatangani Wakil Direktur Reskrimum AKBP Amri Yudhi S, SIK, MH, disebutkan bahwa penyidik telah melakukan koordinasi dengan Satreskrim Polres Maros, serta mengambil keterangan saksi dari pihak Universitas Hasanuddin. Penyidik juga menyampaikan rencana lanjutan, yakni memeriksa saksi tambahan dan menggelar perkara setelah penyelidikan dinyatakan lengkap.
Namun, kuasa hukum keluarga korban mempertanyakan sejauh mana pihak kampus, khususnya Rektor Unhas Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc, dan Dekan Fakultas Teknik Unhas Prof. Dr. Eng. Ir. Muhammad Isran Ramli, ST, MT, IPM, ASEAN Eng, telah dimintai keterangan. Menurutnya, kedua pejabat kampus tersebut tidak bisa lepas dari tanggung jawab, sebab kegiatan Diksar dilaksanakan dengan izin resmi dan bahkan dilepas secara seremoni di kampus FT Unhas Gowa dengan bus milik Unhas.
“Apakah Rektor Unhas dan Dekan FT Unhas sudah diperiksa penyidik? Mereka adalah pihak yang wajib bertanggung jawab atas kegiatan kemahasiswaan yang menewaskan Virendy,” tegas Sirul.
Ia juga menilai, berbeda dengan SP2HP sebelumnya tertanggal 15 Januari 2025 yang mencantumkan secara rinci 16 nama saksi dari 30 orang yang dipanggil, SP2HP terbaru tidak menyebutkan siapa saja pihak kampus yang telah diperiksa.
Fakta Baru di Persidangan
Dalam keterangan pers usai menerima SP2HP, Sirul mengungkapkan dasar laporan ulang yang diajukan kliennya ke Polda Sulsel. Selain mengacu pada putusan perkara pidana Nomor 22/Pid.B/2024/PN MRS, laporan itu juga merujuk fakta-fakta baru yang muncul di sidang Pengadilan Negeri Maros terhadap dua terdakwa: Muhammad Ibrahim Fauzi (Ketua Mapala 09 FT Unhas) dan Farhan Tahir (Ketua Panitia Diksar).
Sejumlah saksi dalam persidangan menyebut keterlibatan alumni Mapala FT Unhas yang hadir di lokasi Diksar dan melakukan hukuman fisik berlebihan terhadap Virendy meski korban sudah dalam kondisi lemah. Selain itu, panitia pelaksana seperti Koordinator Lapangan dan Koordinator Peserta dinilai lalai dan membiarkan senior mengambil alih peran yang bukan kewenangannya.
Lebih jauh, Sirul juga menyoroti dugaan pemalsuan tanda tangan dosen pembina UKM Mapala dalam surat izin kegiatan, serta perbedaan rute kegiatan yang diajukan dalam proposal dengan realisasi di lapangan.
“Bahkan hakim Ketua PN Maros, Khairul SH, sebelum dipindah tugas ke Kediri, sempat memerintahkan jaksa untuk mengembangkan perkara terhadap nama-nama senior Mapala dan juga meminta polisi memeriksa pihak kampus. Sayangnya, perintah lisan tersebut tidak ditindaklanjuti,” ungkap Sirul.
Harapan Keluarga
Keluarga besar Virendy berharap penyidik Polda Sulsel dapat menuntaskan kasus ini dengan transparan. Menurut mereka, tragedi yang menimpa mahasiswa Unhas tersebut tidak bisa dianggap sebagai musibah biasa, melainkan terdapat indikasi kuat adanya kelalaian, penyiksaan, serta pembiaran yang berujung pada kematian.
“Kami minta agar Polda Sulsel segera menuntaskan kasus ini, mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab, dan menegakkan keadilan bagi Virendy,” pungkas Sirul.(Red)