Kasus Ishak Hamzah: Ujian Presisi Polri dan Dugaan Kriminalisasi Hukum di Sulsel

Kasus Ishak Hamzah: Ujian Presisi Polri dan Dugaan Kriminalisasi Hukum di Sulsel
Spread the love

Makassar,ElangMasNews.Com,— Harapan masyarakat terhadap semangat Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang digaungkan Kapolri kembali diuji. Seorang warga Makassar, Ishak Hamzah, mengaku menjadi korban dugaan kriminalisasi hukum oleh oknum aparat kepolisian. Ia menilai, konsep Presisi Polri “mandul” dalam penegakan keadilan terhadap masyarakat kecil yang sedang memperjuangkan haknya.

Ishak baru saja menyelesaikan masa penahanan selama 58 hari di Rutan Polrestabes Makassar, terkait laporan Polisi nomor LP/790/XII/2021/SPKT/Restabes Makassar tanggal 17 Desember 2021. Ia disangkakan melanggar Pasal 167 KUHP tentang penyerobotan lahan dan kemudian ditambah Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan dokumen. Namun, menurut Ishak, seluruh proses hukum penuh kejanggalan dan tekanan, jauh dari asas keadilan.

“Tanah itu warisan keluarga yang sudah kami kuasai secara turun-temurun. Tapi saya justru ditahan seolah-olah penjahat. Ini bukan penegakan hukum, melainkan penindasan terhadap orang kecil,” ujar Ishak Hamzah di Makassar, Senin (20/10/2025). Ia menuturkan, sengketa lahan tersebut telah berlangsung sejak 2011, berawal dari upaya pihak tertentu yang ingin menguasai tanah warisan keluarganya di Kelurahan Barombong, Kota Makassar.

Menurut Ishak, alat bukti yang digunakan penyidik untuk menjeratnya sangat lemah dan tidak memenuhi unsur hukum. Buku F Kelurahan Barombong yang dijadikan bukti utama hanyalah salinan tanpa keaslian yang dijamin oleh pejabat terkait, sementara patok tanah dan pos penjagaan kayu yang merupakan miliknya justru dijadikan barang bukti penyerobotan. “Dokumen kami lengkap—PBB, sporadik, penetapan waris dari Pengadilan Agama, semuanya diabaikan,” ujarnya tegas.

Merasa diperlakukan tidak adil, Ishak bersama kuasa hukumnya melaporkan dugaan pelanggaran etik penyidik ke Bidang Propam Polda Sulsel. Namun, setelah laporan itu, muncul tambahan pasal baru tentang pemalsuan dokumen. “Ini aneh. Pasal baru muncul setelah kami mengadu ke Propam. Ini jelas indikasi kriminalisasi dan tekanan balik,” ungkapnya.

Baca Juga  Vonis 10 Tahun dan UP Rp797 M, Akuang Masih Bebas, Dugaan Panen Sawit Ilegal Terus Berjalan

Kuasa hukum Ishak, Maria Monika Veronika Hayr, S.H., menilai kasus tersebut sarat pelanggaran prosedural. “Penyidik tidak bisa menjadikan buku F salinan sebagai bukti tunggal kepemilikan. Itu cacat hukum. Penambahan pasal setelah pelaporan ke Propam juga menunjukkan adanya upaya intimidasi,” tegasnya. Maria menyebut, pihaknya telah melaporkan kembali ke Subdit Wabprof Polda Sulsel untuk menanyakan tindak lanjut penanganan dan menuntut sanksi tegas terhadap oknum yang terlibat.

Ia menambahkan, terdapat empat laporan Ishak Hamzah yang hingga kini tidak pernah ditingkatkan ke tahap penyidikan. “Beberapa laporan bahkan berakhir dengan status A2 tanpa kejelasan. Kami meminta Polda Sulsel menunjukkan ketegasan dan profesionalisme sesuai PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri yang melanggar kode etik,” ujarnya. Pihaknya juga menyoroti lambannya penanganan kasus dugaan penganiayaan di Polres Pelabuhan Makassar yang belum menunjukkan perkembangan sejak 2023.

Kemenangan Ishak Hamzah dalam sidang praperadilan dan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) menjadi titik terang sekaligus bukti bahwa dirinya adalah korban kriminalisasi hukum. Masyarakat kini menanti langkah nyata Polri untuk menegakkan prinsip Presisi di tingkat daerah. Kasus ini menjadi ujian bagi integritas lembaga penegak hukum: apakah berani menindak oknum pelanggar, atau terus membiarkan praktik penyalahgunaan wewenang yang mencederai rasa keadilan publik.

#EMN.TimRed#

 

 


Spread the love

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *