Jacob Ereste : Sistem Kerja Outsourcing Yang Merugikan Buruh dan Serikat Buruh
Banten,-elangmasnews.com – Outsourching istilah dalam sistem kerja yang memberlakukan pihak lain mempekerjakan sejumlah pekerja pada suatu perusahaan tidak langsung berada di bawah manajemen perusahaan bersangkutan. Sehingga kaum buruh yang terikat dalam sistem kerja outsourcing berada di bawah manajemen perusahaan lain yang hanya mengurus masalah hubungan kerja semata, tidak memiliki ikatan serta hak yang dapat diperoleh oleh para buruh yang memiliki status sebagai pekerja tetap.
Sebuah perusahaan outsourching adalah perusahaan yang mempekerjakan kaum buruh pada sebuah perusahaan yang ingin bebas dari urusan dengan pihak buruh. Jadi perusahaan outsourching — vendor atau kontraktor — melakukan pengorganisasian terhadap buruh yang bekerja pada sebuah perusahaan yang tidak berada dalam satu manajemen pengelolaan.
Sehingga, buruh yang bekerja dalam sistem outsourching — yang acap diperhalus dengan istilah alih daya itu — melakukan pekerjaan atau proyek tertentu bukan sebagai sumber daya internal dari perusahaan yang bersangkutan, tetapi pekerja yang berada dalam pengasuhan perusahaan yang lain.
Tujuan dari sistem kerja outsourcing ini umumnya (1) untuk menghemat biaya, ( 2) meningkatkan efisiensi, (3) mengurangi beban kerja internal, dan (4) menghindari PHK sepihak yang dilakukan dengan biaya tinggi atau pesangon untuk buruh yang terlalu tinggi.
Lebih dari itu, sistem kerja outsourching dapat dilakukan dengan cepat dan diakhiri juga dengan cepat tanpa harus menanggung resiko membayar pesangon bagi kaum buruh.
Artinya, sistem kerja outsourching lebih dominan merugikan bagi kaum buruh –bahkan bagi organisasi buruh, lantaran kaum buruh yang bekerja dalam sistem outsourching sulit untuk diorganisir untuk aktif dan berperan dalam organisasi buruh.
Jadi, sistem kerja yang menggunakan cara outsourching merupakan salah satu penyebab melemahnya organisasi buruh, sejak sistem outsourching diberlakukan di Indonesi sejak menjelang tahun 2.000 silam.
Jadi kedukaan pihak perusahaan untuk menerapkan sistem kerja outsourching untuk melakukan penghematan biaya operasional, tidak perlu menyediakan fasilitas pelatihan.
Kecuali itu, perusahaan pengguna sistem kerja outsourching bisa memiliki fleksibilitas, sehingga memungkinkan bagi perusahaan untuk menyesuaikan jumlah pekerja dalam jumlah yang dibutuhkan saja.
Kendati sistem kerja outsourching ada juga untungnya bagi kaum buruh — seperti bisa mendapat upah yang besar — namun jaminan untuk hari tua dan keberlanjutan kerja tidak dapat dipastikan, kecuali atas inisiatif yang dilakukan oleh kaum buruh itu sendiri.
Maka itu — jangankan hak pensiun — untuk sekedar memperoleh tunjangan hari raya keagamaan seperti jauhnya panggang dari api. Kalau pun ada, itu sekedar rasa belas kasihan belaka. Bukan hak yang sepatutnya harus diperoleh. (Tim/Red)
Banten, 12 Mei 2025