Jacob Ereste : Mencegah dan Memberantas Korupsi Harus Dapat Dilakukan Pemerintah Bersama Rakyat

Jacob Ereste : Mencegah dan Memberantas Korupsi Harus Dapat Dilakukan Pemerintah Bersama Rakyat
Spread the love

Jacob Ereste : Mencegah dan Memberantas Korupsi Harus Dapat Dilakukan Pemerintah Bersama Rakyat

Banten,-elangmasnews.com – Masalah korupsi di Indonesia telah menjadi pekerjaan tersendiri yang harus dihadapi oleh pemerintah. Masalahnya, untuk memberantas korupsi justru pemerintah Indonesia harus menghadapi aparatnya sendiri yang justru menjadi pelaku utamanya.

Lalu pemerintah membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang lebih terkesan hanya ingin menandai pencegahan dan pemberantasan korupsi hendak serius dilakukan.

Awal dari pembentukan KPK lantaran aparat penegak hukum sebelumnya dianggap tidak becus. Utamanya Kepolisian, dan Kejaksaan, sehingga pembagian tugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi serta untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah dapat semakin gencar dilakukan.

Begitulah KPK diharap dapat menjadi lembaga independen yang fokus memberantas korupsi dan berupaya meningkatkan transparansi serta akuntabilitas pemerintahan, tok tidak maksimal juga fungsi dan peranannya.

Sehingga KPK sempat ditempeli gelar sebagai bebek lumpuh yang tidak berdaya melawan campur tangan serta tekanan dari mafia korupsi yang sudah mencemari sejak dari hulu sampai hilir dari instansi atau lembaga yang ada di pemerintah hingga berbagai badan usaha yang ada di dalamnya.

Celakanya, perilaku korupsi Indonesia pun sudah seperti hujan yang merata di kemarau yang salah. Tak hanya di eksekutif, tapi juga di lembaga legislatif dan yudikatif seakan sublimasi dari keadilan sosial ekonomi dan politik serta budaya di Indonesia yang tidak pernah dapat diwujudkan sejak kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan seperti yang tertuang dalam UUD 1945.

Bahkan UUD 1945 sendiri yang digadaikan itu hingga menjadi UUD 1945 Tahun 2002 dijadikan bagian dari transaksi yang tidak kecil nilainya.

Sejak itulah model korupsi pun terus berkembang biak tak lagi dilakukan secara konvensional melalui proyek — karena sudah dianggap kampungan — tetapi lewat transaksi hukum seperti kasus penyogokan hakim melalui putusan di pengadilan.

Maka itu sempurnalah budaya korupsi di Indonesia dari hulu hingga ke hilir, minimal dengan cara menunda-nunda untuk kemudian membenamkannya dalam almari es yang isinya dapat ditransfer dengan mudah masuk ke brankas pribadi seperti yang terjadi selama ini.

Semua perilaku korupsi itu bisa lebih langsung dengan mengadopsi model kerja korporasi — berjamaah, keroyokan berbagi rata, sehingga prilaku korup dapat berlangsung turun temurun seperti kekuasaan dalam budaya dinasti yang dilestarikan.

Persis semacam RUU Perampasan Aset yang dibuat sebatas mata acara program semata untuk sekedar mendapat uang receh dan pencitraan — seolah-olah anti korupsi — padahal realitasnya sudah diwacanakan sejak tahun 2006.

Catatan dari dokumen Atlantika Institut Nusantara bahwa tujuan dari RUU Perampasan Aset itu memberi wewenang kepada negara untuk merampas aset-aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dan kejahatan lainnya, termasuk pencucian uang. Tapi toh, dari berita dan cerita yang berhembus dari Senayan, semua warga penghuni gedung parlemen itu sesungguhnya tidak rela dan merakan demam yang mengerikan seperti senjata yang hendak menggorok diri mereka sendiri.

Jadi bisa segera dibayangkan jumlah kekayaan negara bila 10 kasus korupsi yang melantak Indonesia itu dapat dituntaskan, seperti dari PT. Pertamina Patra Niaga Rp 968, 5 triliun, PT. Timah Rp 300 triliun, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) Rp 138 triliun, PT. Duta Palma Surya Darmadi Rp 78 triliun, PT. TPPI Rp.37,8 triliun, PT. Asabri (Persero) Rp 22,7 triliun, PT. Jiwasraya Rp 16,8 triliun, Sawit Crude Palm Oil (CPO) Rp 12Triliun, Garuda Indonesia Rp 9,37 triliun, Proyek BTS 4G sebesar Rp 8,7 triliun.

Dapat dipastikan semua program yang telah dicanangkan pemerintah Presiden Prabowo dapat segera berjalan dan mulus diwujudkan. Kendati ketawan korupsi terjadi dalam episode berikutnya sungguh sangat mungkin terjadi. Sebab pemain lama masih banyak yang ikut di dalam gerbong Kabinet Merah Putih dan menebarkan pula penyakit menular yang sudah meraka bawa sebagai turunan dari rezim sebelumnya.

Artinya memang, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri tanpa melibatkan banyak pihak — utamanya rakyat yang cukup kritis dan memiliki kepedulian untuk memperbaiki tata kelola negara untuk bangsa Indonesia yang lebih baik dan lebih sejahtera.

Maka itu peran media — yang telah beralih dari maenstrem ke media sosial — patut menjadi perhatian agar dapat berperan maksimal memberi informasi, masukan serta mempublikasikan secara lebih meluas perilaku degil mereka yang cuma mementingkan diri sendiri serta geng mafia mereka yang semakin merajalela mengangkangi negeri ini.

Karena untuk mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia harus dilakukan pemerintah bersama rakyat. Bila tidak, sebab aparat pemerintah sendiri yang dominan menjadi dalam sekaligus pelaku atau aktor utamanya. (*)


Spread the love

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *