Makassar, Rasa keadilan kembali diuji di Kota Makassar. Seorang warga bernama Ishak Hamzah mengaku menjadi korban dugaan kriminalisasi hukum oleh sejumlah oknum aparat kepolisian di lingkungan Polrestabes Makassar dan Polda Sulawesi Selatan. Ia menuding, tindakan sewenang-wenang yang dialaminya merupakan bagian dari jaringan mafia hukum dan mafia tanah yang diduga memiliki dukungan dari oknum penegak hukum.
Ishak Hamzah mengaku sempat dijadikan tersangka dan bahkan menjalani penahanan selama 58 hari, sebelum akhirnya putusan praperadilan yang dimenangkannya menyatakan seluruh proses hukum yang dilakukan terhadap dirinya tidak sah dan batal demi hukum. Dalam pernyataannya, ia menilai penetapan tersangka dan penahanannya dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas serta menyalahi prosedur hukum acara pidana.
> “Saya memiliki putusan praperadilan yang menyatakan semua proses penegakan hukum terkait dijadikannya saya sebagai tersangka hingga sampai ditahan badan, semuanya dibatalkan oleh putusan praperadilan,” ujar Ishak Hamzah di Makassar.
Menurut Ishak, sejak awal dirinya telah menyampaikan keberatan dan permohonan klarifikasi kepada penyidik serta pimpinan di Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel, namun tidak pernah mendapatkan tanggapan serius. Ia menilai, sikap diam para pejabat kepolisian mencerminkan rendahnya integritas dan tanggung jawab moral dalam menjalankan prinsip Tribrata dan Catur Prasetya sebagai pedoman anggota Polri.
Perjalanan hukum Ishak bermula saat dirinya dilaporkan dalam perkara yang disebutnya sebagai rekayasa hukum oleh pihak-pihak yang ingin menguasai hak tanah miliknya. Selama ditahan, Ishak mengaku mengalami tekanan psikologis, kehilangan pekerjaan, serta rusaknya nama baik di masyarakat. Setelah memenangkan praperadilan, ia mempertanyakan tanggung jawab atas kerugian moral dan harkat martabat yang telah dilanggar.
Ishak dan kuasa hukumnya menuntut agar oknum-oknum kepolisian yang terlibat diberikan sanksi tegas berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Ia menyoroti kasus Aiptu Marzuki, anggota Unit Reskrim Polsek Tamalate, yang hanya dijatuhi sanksi etik ringan berdasarkan Keputusan Kepala Komisi Kode Etik Polri Polrestabes Makassar Nomor 108-9/Huk.4/2025 tertanggal 19 September 2025. Menurutnya, sanksi tersebut tidak sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan.
> “Sanksinya terlalu ringan. Padahal dia seharusnya direkomendasikan untuk PTDH. Ini bukan kesalahan kecil, tapi kejahatan yang merampas hak asasi saya,” tegas Ishak usai sidang kode etik di Polrestabes Makassar, Rabu (22/10/2025).
Lebih lanjut, Ishak menduga kuat adanya kerja sama sistematis antara oknum penegak hukum dan pihak berkepentingan di bidang pertanahan, yang disebutnya sebagai sindikat korporasi mafia hukum. Ia menilai sindikat ini bekerja secara rapi dan terstruktur, memanfaatkan kewenangan aparat untuk menekan masyarakat dan menguasai lahan secara tidak sah. Fenomena tersebut, menurutnya, bukan hal baru di Sulawesi Selatan dan telah menimbulkan banyak korban.
Ishak juga menyinggung implementasi konsep Presisi Polri (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) yang digaungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia menilai, semangat Presisi belum benar-benar diterapkan di lapangan. Ishak berharap Kapolri, Propam Mabes Polri, Komnas HAM, dan Kompolnas turun tangan menelusuri dugaan pelanggaran etik dan HAM berat yang dilakukan oleh oknum di bawah naungan Polda Sulsel.
> “Saya ingin negara hadir. Saya ingin keadilan ditegakkan, bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua warga yang menjadi korban kesewenang-wenangan aparat. Sudah terlalu lama mafia hukum ini merajalela tanpa disentuh hukum,” ujar Ishak tegas.
Kasus yang menimpa Ishak Hamzah menjadi cerminan buram penegakan hukum di Indonesia. Ia memohon agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan mengatasi dugaan cacat institusi dalam tubuh Polri, terutama terhadap laporan-laporan masyarakat yang diabaikan. Para pemerhati hukum di Makassar menilai, kasus Ishak harus dijadikan momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal Polri, khususnya dalam menangani kasus sengketa tanah dan dugaan kriminalisasi warga. Tanpa langkah tegas dan transparan, kepercayaan publik terhadap penegak hukum akan terus menurun.
#TIM RED/ EMN.










