Dewan Penasehat Spiritual DPP LSM ELANG MAS Jacob Ereste : Budaya dan Agama Sebagai Pemandu Etika, Moral dan Akhlak Manusia Mulia di Bumi
Banten,-Elangmasnews.com – Peran agama dalam membentuk pola pikir, perilaku dan ekspresi budaya masyarakat. Fenomena ini tampak jelas dalam keragaman adat yang dipengaruhi oleh agama-agama yang ada dalam masyarakat Indonesia. Termasuk dalam sistem kepercayaan yang khas dari daerah setempat.
Budaya sangat mempengaruhi perkembangan agama, terutama dalam memahami agama yang dipraktekkan dan diwariskan secara turun temurun. Sehingga di Indonesia agama-agama yang dipengaruhi oleh budaya lokal, seperti Islam Kejawen, Kristen Jawa atau Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan Hindu Jawa serta Buddha Theravada (Hinayana), Mahayana dan Vajrayana.
Jadi relasi timbal balik antara agama dan budaya tidak hadir dalam ruang hampa, karena agama dan budaya berinteraksi sangat erat dengan budaya lokal membentuk praktik keagamaan yang khas. Sedangkan agama memberi kerangka moral dan nilai-nilai bagi budaya. Karena itu, ekspresi keagamaan di Nusantara menjadi sangat beragam dan kontekstual sifatnya.
Namun budaya — secara logis historis lebih awal ada sebelum agama menjadi pilihan kepercayaan manusia di bumi. Historinya budaya muncul karena meliputi semua pola hidup manusia bermula. Mulai dari kebiasaan, bahasa dan nilai-nilai yang dibangun oleh komunitas tertentu sejak mulai berinteraksi dan hidup bersama dalam satu kelompok atau komunitas. Logikanya, agama baru muncul kemudian sebagai penyempurna budaya manusia sebagai sistem kepercayaan dan praktik spiritual untuk menjawab tentang asal usul, makna hidup serta tujuan dengan alam dan Sang Maha Pencipta jagat raya dan seisinya.
Karenanya, budaya sebagai kerangka sosial dan simbolik dari kehidupan dalam tata komunikasi manusia mulai dari komunitas dan pertautan sosial yang lebih jauh, sementara agama baru menyusul kemudian sebagai salah satu bentuk ekspresi budaya yang berdasarkan pengalaman spiritual dan moral.
Peran budaya dalam mempengaruhi kehadiran dan perkembangan agama — terutama dalam praktik melakukannya — sangat dipengaruhi oleh interpretasi ajaran dengan menafsirkan teks suci, ajaran hingga doktrin keagamaan yang dirasa lebih kontekstual untuk diterima oleh masyarakat setempat.
Oleh sebab itulah mulai dari simbol hingga praktik agama banyak yang terbalut oleh unsur-unsur budaya, mulai dari bahasa ucap, pakaian, kesenian hingga makanan dan seni arsitektur tempat tinggal atau gedung pertemuan hingga tempat ibadah — kuat bercorak khas daerah setempat yang memperkaya dan memperindah ekspresi keagamaan serta corak dari agama yang berkembang di daerah tersebut.
Bahasa dalam agama-agama yang berkembang di suatu daerah –sebagai sarana untuk menyampaikan suatu ajaran maupun tuntunan keagamaan — menjadi riap tumbuh dan berkembang sangat dipengaruhi oleh budaya setempat, termasuk bahasa, istilah dalam adat istiadat hingga sastra dan kesenian yang bercorak lokal setempat.
Dalam struktur sosial sistem kekerabatan, adat hingga status sosial dalam budaya yang mempengaruhi struktur kelembagaan agama sampai para tokoh agama lokal setempat menjadi khas tampilan simboliknya.
Begitulah sinkretisme muncul di berbagai tempat dimana agama berkembang melalui pencampuran budaya dan tradisi setempat sehingga bercorak lokal, seperti Islam Jawa yang acap disebut Kejawen, atau seperti Katolik di Flores yang kental dengan adat tradisi dan budaya lokalnya itu.
Agaknya, atas dasar itulah kekeliruan dalam memahami budaya dan agama acap keliru ditafsirkan ketika perluasan wawasan pengetahuan atas realitas yang sesungguhnya, sehingga kopiah acap diklaim berasal atau bahkan milik dari agama tertentu, hanya karena cukup dominan dikenakan umat tertentu pula. Demikian juga dengan tafsir saat menunaikan ibadah wajib — sholat — seakan menjadi keharusan mengenakan sarung seperti yang menjadi bagian dari tradisi di pesantren di Indonesia. Padahal, seperti tradisi memakai kopiah diteropong dari perspektif nasional dan internasional — tidak lagi memakai kacamata lokal — maka kopiah yang telah menjadi ciri khas tampilan Soekarno itu menjadi pemahaman warga masyarakat dunia adalah milik bangsa Indonesia.
Kisah dialog Nabi Adam dengan penguasa langit ketika diinterogasi saat kejatuhannya di bumi, cukup jelas menyiratkan adanya budaya mendahului topik pembicaraan tentang nilai-nilai ketaatan dari agama yang harus tegak dan dipatuhi oleh umat manusia, agar tetap berada di jalan sirotalmustakim dan berpegang kepada tuntunan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu perintah dari langit untuk melakukan kebaikan, kebenaran) dan menolak, mencegah hal-hal yang buruk, atau kesalahan dengan nilai-nilai yang diajarkan agama, dan etika dan moral serta akhlak mulia manusia yang dikarunia oleh Tuhan sebagai wakil-Nya di bumi. (**)
Banten, 19 Juli 2025