Dewan Komite Kabupten Subang Ungkap Persaingan Antar Guru di Balik Dugaan Pungli Dana BOS Ciasem Subang.
SUBANG,-elangmasnews.com – Isu dugaan pungutan liar (pungli) yang menyeruak di 15 sekolah di wilayah Ciasem, Subang, kini semakin gamblang setelah Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Subang, Nurdin Hidayat, membongkar “perang bintang” di antara para guru, yang disinyalir menjadi pemicu utama mencuatnya polemik ini ke publik.Nurdin Hidayat pun tak menampik adanya potensi pencemaran nama baik yang menyertai kasus ini.
Nurdin menjelaskan, gejolak ini bermula setelah isu pungli ramai di media sosial, yang kemudian mendorong Bupati Subang untuk menugaskan tim guna menelusuri kebenaran informasi tersebut.
Penelusuran melibatkan komunikasi dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang, Nunung Suryani, dan pemanggilan beberapa pihak terkait, termasuk Ketua Korwil Asep, Kepala Sekolah Sukamandi I, Dudi dan Gugun.
Dalam pertemuan tersebut, Gugun mengakui adanya pungutan anggaran dari 15 sekolah. Namun, ia menegaskan bahwa pungutan itu bersifat sukarela dan seikhlasnya untuk Biaya Operasional Pendidikan (BOP) guna keperluan mobilitas ke Kabupaten.
“Variasi Pak, karena seikhlasnya,” kata Nurdin Hidayat, menirukan pengakuan Gugun, dengan besaran sumbangan berkisar antara Rp500.000 hingga Rp1.200.000.
Dana ini diklaim untuk menutupi biaya operasional Korwil yang minim, karena anggaran hanya untuk listrik dan air.
Lebih lanjut, Nurdin mengungkapkan bahwa penelusuran tim mengarah pada seorang guru honorer berinisial M.
Berdasarkan keterangan dari lima guru yang dikonfirmasi, salah satunya Rose, terungkap adanya persaingan atau kompetisi khusus antara Rose dan M.
“Jadi ibu Rose itu mungkin orang yang memiliki persoalan khusus dengan si M tersebut. Terjadi kompetisi, Pak. Saingan ya? Saingan. Di dalam internal itu,” jelas Nurdin Hidayat.
Salah satu kritikan dari Rose, menurut Nurdin, adalah terkait status P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) guru M yang baru saja lulus dan akan diangkat dalam bulan ini.
Beredar pula isu di kalangan guru bahwa kelulusan P3K tersebut diwarnai pungutan sebesar Rp50.000 per orang.
Namun, menurut keterangan pihak lain, uang Rp50.000 itu sebenarnya merupakan patungan sukarela dari sekolah untuk mengurus keperluan ke Subang.
Nurdin menegaskan bahwa pihaknya hanya menyampaikan fakta yang terjadi di antara para guru, tanpa membenarkan atau menyalahkan.
Disebutkan pula, di sekolah tersebut ada dua P3K, dan M adalah salah satunya yang baru diangkat tahun ini.
Selain itu, Nurdin juga menyampaikan adanya informasi mengenai pengelolaan sekolah yang tidak sejahtera di masa orang tua M menjabat kepala sekolah.
Bahkan, air minum pun disebut-sebut tidak layak dan hanya menggunakan air galon isi ulang.
Kondisi ini berbanding terbalik setelah kepemimpinan kepala sekolah yang baru, berinisial Haji, pengelolaan sekolah menjadi lebih baik.
Sosok kunci dalam membongkar adanya “kesepahaman gotong royong” dana untuk BOP terkait pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah seorang bendahara sekolah yang namanya tidak disebutkan.
Bendahara tersebut membocorkan informasi kepada M mengenai adanya dana sekitar 1,2 juta rupiah yang terkumpul. Meskipun awalnya diisukan untuk “mengamankan” pemeriksaan BPK, Nurdin Hidayat menjelaskan bahwa pengakuan dari pihak sekolah membantah hal tersebut.
Dana itu, kata Nurdin, dialokasikan untuk transportasi sekolah-sekolah yang terdampak dan operasional perjalanan ke Subang, termasuk untuk makan dan kebutuhan lainnya, karena proses yang kadang memakan waktu hingga sore.
Informasi mengenai “gotong royong” ini sampai ke M dari bendahara tersebut, setelah M menanyakan tujuan uang yang terkumpul.
Kecurigaan terhadap M semakin menguat setelah salah satu dari lima guru menunjukkan melalui aplikasi AI bahwa M adalah pihak di balik akun Instagram yang menyebarkan informasi tersebut.
Saat dikonfirmasi langsung oleh Nurdin Hidayat bersama Ellys Langi dan Kadisdik, M memilih diam, ketika ditanya mengapa tidak melaporkan jika merasa dirugikan namanya akibat tuduhan tersebut.
Untuk membuktikan kebenaran isu ini, Nurdin menyarankan agar nama-nama yang dicantumkan diklarifikasi secara hukum oleh Pemerintah Daerah melalui bagian hukum, guna menghindari bias informasi yang meluas.
“Kalau dia terbukti, menerima, menyerahkan, memotong, merugikan keuangan negara dari BOS, silakan Pak, proses,” tegas Nurdin Hidayat.
Sebaliknya, jika tidak terbukti, maka ini dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik.
M akhirnya berkomitmen dan membuat video pernyataan bahwa ia tidak merasa melaporkan atau membuat DM (Direct Message) ke akun Instagram yang dimaksud.
M menyatakan kesiapannya untuk menempuh jalur hukum atau menerima konsekuensi jika suatu saat terbukti bersalah karena berbohong.
“Komitmen ini, menunjukkan kesiapan untuk menghadapi segala sesuatu ” ungkap Nurdin Hidayat. (Tim/Red)