Subang,Jawabarat,-elangmasnews.com – Sebuah paradoks mencuat dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Subang Tahun 2024.
Meskipun Subang kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk ketujuh kalinya berturut-turut, namun sebuah temuan BPK justru menyisakan pertanyaan besar, ke mana larinya potensi miliaran rupiah pendapatan daerah dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)?
Pekan lalu, BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat telah menyerahkan LHP tersebut.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jawa Barat, Eydu Oktain Panjaitan, melalui Humas BPK menjelaskan, bahwa tujuan pemeriksaan adalah memberikan opini kewajaran penyajian laporan keuangan.
Namun, Eydu menegaskan, jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan, khususnya yang berdampak adanya potensi dan indikasi kerugian negara, maka hal ini harus diungkap dalam LHP.
Maka inilah yang ditemukan BPK di Subang: Pengelolaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) belum memadai.
PBJT adalah urat nadi pendapatan asli daerah yang berasal dari konsumsi masyarakat atas berbagai layanan, mulai dari makan di restoran, penggunaan listrik, menginap di hotel, hingga parkir dan hiburan. Bayangkan, setiap transaksi ini seharusnya menyumbang ke kas daerah. Namun, mengapa BPK menyebut pengelolaannya “belum memadai”?
“Temuan ini sangat penting karena mengindikasikan adanya celah yang bisa berujung pada potensi kebocoran pendapatan daerah,” ulas tim redaksi triberita.com setelah mendalami siaran pers BPK.
Beberapa skenario mengerikan bisa saja jadi penyebabnya:
Ribuan Pelaku Usaha “Gaib”? Banyak usaha, terutama yang kecil dan menengah, disinyalir belum terdaftar sebagai wajib PBJT. Mereka beroperasi, meraup untung, namun potensi pajaknya menguap begitu saja.
Wajib Pajak “Alergi” Aturan?
Ketidakpahaman wajib pajak akan peraturan dan tarif PBJT, atau bahkan anggapan bahwa sistem pembayaran yang rumit, dapat menyebabkan kesalahan hitung atau bahkan penunggakan pembayaran.
Sistem Pajak “Lumpuh”?
Apakah pemerintah daerah Subang menghadapi kendala dalam sosialisasi, keterbatasan sumber daya manusia atau teknologi, hingga infrastruktur digital yang kurang memadai? Jika ya, ini bisa menghambat pengawasan dan penagihan yang efektif.
Pengawasan yang “Tumpul”? Tanpa pengawasan ketat dan penagihan yang agresif, kepatuhan wajib pajak akan rendah, membuka pintu lebar bagi potensi kebocoran pendapatan.
“Jika pengelolaan tidak memadai, ini berarti ada potensi besar pendapatan asli daerah (PAD) yang seharusnya masuk kas, justru tidak tercatat atau hilang di tengah jalan,” Kesimpulan tim Triberita.com setelah memahami Siaran Pers BPK.
WTP Ditengah Permasalahan: Sebuah Ironi?
Hal yang lebih mengejutkan, di tengah permasalahan serius PBJT ini, Kabupaten Subang tetap diganjar opini WTP. Artinya, secara umum, penyajian laporan keuangan Subang dianggap wajar.
“Opini WTP yang diraih Subang tujuh tahun berturut-turut adalah prestasi, namun temuan spesifik mengenai PBJT ini justru menjadi lampu kuning yang harus segera ditindaklanjuti,” kata Humas BPK, menegaskan bahwa LHP BPK selalu mengungkap potensi kerugian negara meskipun opini secara keseluruhan WTP.
BPK sendiri telah memberikan rekomendasi dan menunggu tindak lanjut dari Pemkab Subang dalam 60 hari ke depan. Kini, bola ada di tangan pemerintah daerah dan DPRD Subang.
Akankah mereka mampu menutup celah kebocoran ini? Masyarakat Subang tentu menanti langkah konkret untuk memastikan setiap rupiah pajak benar-benar kembali untuk pembangunan daerah. (*)