Amanat Gubernur Jabar KDM di Program  “Ngabret Nyaah Ka Indung” Tidak Ada Nilai Keikhlasan, Kang Amin Minta Segera di Evaluasi. 

Amanat Gubernur Jabar KDM di Program  “Ngabret Nyaah Ka Indung” Tidak Ada Nilai Keikhlasan, Kang Amin Minta Segera di Evaluasi. 
Spread the love

Amanat Gubernur Jabar KDM di Program  “Ngabret Nyaah Ka Indung” Tidak Ada Nilai Keikhlasan, Kang Amin Minta Segera di Evaluasi. 

Subang // Elangmasnews.com – Program sosial “Nyaah Ka Indung” di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat yang diusung sebagai gerakan moral berbasis kepedulian ASN kini menghadapi polemik serius.

Niat mulia untuk menumbuhkan keikhlasan tergerus oleh praktik di lapangan yang dianggap sebagai pungutan wajib, berlawanan dengan semangat awal program yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Menurut Kang Amin, seorang mantan birokrat berlatar pendidikan keagamaan, makna keikhlasan dalam program ini telah hilang oleh aturan administrasi.

“Iuran yang dikumpulkan secara terorganisir dengan nominal yang sudah dipatok setiap bulan akan mengikis nilai-nilai keikhlasan dari hati seseorang,” ujarnya.

Pungutan yang Menyamar Jadi Sumbangan

Kang Amin membedah praktik di lapangan dengan membandingkan sumbangan yang tulus dan pungutan wajib. Menurutnya, sumbangan yang didasari keikhlasan memiliki ciri-ciri khusus:

* Nilai Sumbangan Bervariasi: Nominal yang disumbangkan tidak sama rata. Ada kalanya ASN berjabatan rendah bisa memberi lebih banyak, dan sebaliknya.

* Jumlah Total Tidak Tetap: Jumlah sumbangan yang terkumpul setiap periode tidak selalu sama, mencerminkan kesadaran dan kemampuan para ASN.

“Aturan tidak ada, administrasi pun tidak. Ikhlas itu bebas, kapan saja memberi karena didasari hati, bukan paksaan atau kewajiban,” tegas Kang Amin.

Berlawanan dengan itu, program di Subang menerapkan sumbangan yang dipatok nominalnya setiap bulan, sebuah ciri dari pungutan wajib. Praktik ini juga didukung oleh proses administrasi, termasuk keharusan menandatangani surat pernyataan bermeterai, yang menurutnya merupakan bentuk paksaan terselubung.

Benturan Aturan dan Tanggung Jawab Moral BAZNAS

Kang Amin juga menyoroti konflik legalitas yang menjadi inti permasalahan.

“Surat Edaran Gubernur Jawa Barat mengamanatkan program ini berbasis keikhlasan dan semampunya. Namun, di tingkat kabupaten, muncul SK Bupati Subang yang mengatur pungutan dengan nominal tetap,” ungkapnya.

Menurut Kang Amin, sebuah surat edaran dari Gubernur seharusnya ditindaklanjuti oleh surat edaran bupati, bukan membuat aturan baru berupa SK yang dapat mengubah substansi program.

Ia juga menyoroti peran BAZNAS, yang seharusnya menjadi penjaga nilai-nilai keikhlasan dan memastikan dana yang dikumpulkan tidak berasal dari paksaan.

“Integritas lembaga ini menjadi taruhan,” tambahnya.

Masalah Akuntabilitas dan Madarat Publik

Sumbangan yang dipungut dari ASN berasal dari APBD dan APBN, yang bersumber dari pajak masyarakat. Oleh karena itu, setiap rupiah yang dipungut harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

“Jika tidak, praktik pungutan ini akan masuk ke dalam unsur pungutan liar,” tegas Kang Amin.

Niat mulia untuk menghasilkan manfaat dan menginspirasi gotong royong, kini justru berpotensi melahirkan madarat—sesuatu yang merugikan.

“Program ini kini menjadi buah bibir dengan opini negatif dan menciptakan kerisauan di kalangan ASN serta masyarakat umum,” pungkasnya. (Hrn.Tim/Red)


Spread the love

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *