Dugaan Korupsi Masif di Lamongan: LSM HJM Ungkap Skema Penyimpangan Dana Desa dan Pokir DPRD ke KPK
JAKARTA – Elangmasnews.com, Gelombang laporan dugaan korupsi di Kabupaten Lamongan kian menyeruak ke permukaan. Kali ini, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Harmoni Jiwa Mandiri (HJM) secara resmi melaporkan indikasi penyimpangan anggaran publik dalam skala besar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta.
Yang menarik, dalam pelaporannya, tim HJM datang membawa satu koper penuh berisi dokumen dan bukti dugaan korupsi yang disebut mencakup program dana desa dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sejak tahun 2019 hingga 2024. Nilai dugaan kerugian negara diperkirakan melampaui Rp80 miliar.
Seratus Desa dan Tiga Belas Kecamatan Diduga Terlibat.
Ketua Umum LSM HJM, Sukadi, S.H., mengungkapkan bahwa temuan ini mencakup sekitar 100 desa di 13 kecamatan di Kabupaten Lamongan yang diduga melakukan penyimpangan anggaran secara terstruktur.
“Kami membawa bukti kuat atas dugaan penyalahgunaan dana desa dan PTSL. Berdasarkan hasil investigasi internal kami, potensi kerugian negara lebih dari Rp80 miliar,” ujarnya di Gedung KPK, Rabu (15/10/2025).
Sukadi menegaskan, pelaporan ini bukan sekadar protes moral, tetapi langkah hukum serius agar praktik penyimpangan di tingkat akar rumput mendapat perhatian nasional.
“Penyimpangannya sudah sistematis dan masif. Karena itu, kami menilai KPK adalah lembaga paling tepat untuk menanganinya,” tegasnya.
Tak Hanya Desa, Pokir DPRD Lamongan Juga Dilaporkan.
Lebih jauh, Suliono, S.H., kuasa hukum pelapor, mengungkapkan bahwa laporan HJM tidak berhenti di level pemerintah desa. Dalam dokumen yang dibawa, turut disertakan dugaan praktik jual beli proyek pokok-pokok pikiran (pokir) di lingkungan DPRD Kabupaten Lamongan.
“Dari hasil investigasi kami, sekitar 50 anggota dewan diduga terlibat dalam pola pembagian proyek pokir dengan imbal hasil pribadi sekitar 35 persen dari nilai proyek yang diberikan ke desa-desa penerima,” kata Suliono.
Menurutnya, pola tersebut tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menabrak prinsip akuntabilitas publik.
“Pokir seharusnya menjadi sarana menyerap aspirasi masyarakat, bukan sarana memperkaya oknum,” tambahnya.
Desakan untuk KPK, Usut Tuntas, Jangan Selektif.
Pelaporan ini menambah daftar panjang dugaan korupsi berbasis desa dan legislatif di daerah yang mencuat ke publik. HJM mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut secara menyeluruh, bukan parsial.
“Lamongan ini butuh pembersihan struktural. Jika praktik seperti ini dibiarkan, publik akan kehilangan kepercayaan pada lembaga politik dan pemerintahan,” ujar Sukadi.
Pihak HJM juga menilai, pola korupsi di tingkat daerah sering kali terjadi melalui modus kolaboratif antara pejabat pelaksana, kepala desa, hingga oknum legislatif. Karena itu, penanganan diharapkan dilakukan dengan pendekatan sistemik, bukan kasus per kasus.
Konteks Lebih Luas, Desa dan Pokir Jadi Lahan Rawan Korupsi.
Fenomena ini kembali menegaskan kerentanan pengelolaan dana publik di tingkat lokal. Program seperti Dana Desa dan Pokok Pikiran DPRD sejatinya dirancang untuk memperkuat pembangunan akar rumput, namun kerap diselewengkan karena lemahnya pengawasan dan kontrol publik.
Banyak kalangan menilai, praktik “jual beli proyek pokir” menjadi salah satu bentuk korupsi yang paling sulit dilacak karena melibatkan transaksi politis antara eksekutif dan legislatif.
Menunggu Langkah KPK
Hingga berita ini diturunkan, pihak KPK belum memberikan keterangan resmi terkait laporan yang diajukan LSM HJM. Namun publik menaruh harapan agar lembaga antirasuah tersebut segera menindaklanjuti laporan dengan penyelidikan yang transparan dan akuntabel.
“Ini saatnya KPK membuktikan bahwa korupsi daerah tak bisa lagi dibiarkan mengakar. Rakyat Lamongan menunggu keadilan ditegakkan,” pungkas Sukadi.
Reporter : M Supriyono
Sumber: Dokumen LSM Harmoni Jiwa Mandiri (HJM), 15 Oktober 2025