Medan Sumatera Utara,Elangmasnews.com – Informasi Korupsi Indonesia (IKI) Sumatera Utara mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pada sejumlah proyek yang dikerjakan Balai Prasarana Permukiman Wilayah I (BPPW I) Sumut. Lembaga itu menilai, terdapat indikasi kerugian negara bernilai miliaran rupiah dari berbagai proyek yang menggunakan dana APBN dalam kurun 2021 hingga 2023.
Ketua Bidang Analisa Data dan Pelaporan IKI Sumut, Hara Oloan Sihombing, dalam keterangan pers di Medan, Selasa (19/8/2025), menyebutkan setidaknya empat proyek bermasalah yang telah mereka teliti. Proyek tersebut meliputi peningkatan kapasitas Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Tebing Tinggi, pembangunan jaringan perpipaan SPAM Tirtanadi, pembangunan IPA di Bilah Hilir, serta rehabilitasi dan renovasi madrasah di sejumlah daerah Sumut.
Pada proyek Peningkatan IPA Kapasitas 20 L/D Tebing Tinggi tahun 2023 yang dikerjakan PT Indobangun Megatama, IKI menemukan adanya dugaan kelebihan pembayaran hingga Rp 743,7 juta. Kejanggalan ini diduga muncul karena adanya perbedaan signifikan antara progres pekerjaan di lapangan dengan jumlah pembayaran yang telah diterima kontraktor.
Selanjutnya, pada proyek pembangunan jaringan perpipaan SPAM Tirtanadi tahun 2022, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan telah mencatat pembayaran yang melebihi prestasi pekerjaan sebesar Rp 3,1 miliar. BPK merekomendasikan agar dana tersebut dikembalikan ke kas negara sesuai aturan. Namun, hingga kini IKI mempertanyakan apakah uang tersebut sudah benar-benar disetor kembali, mengingat sesuai UU Nomor 15 Tahun 2004, pengembalian TGR maksimal dilakukan 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima.
Proyek pembangunan IPA Kapasitas 50 L/DET di Bilah Hilir, Labuhanbatu dengan anggaran Rp 60 miliar APBN 2021 juga tak luput dari sorotan. Menurut IKI, kualitas pekerjaan pada proyek ini terindikasi asal jadi, bahkan pondasi dinding penahan bangunan sudah menunjukkan kerusakan. Selain itu, terdapat dugaan kejanggalan dalam proses lelang, pemindahan lokasi pembangunan dari lahan hibah, hingga pembelian lahan yang tidak disertai dokumen resmi.
Tak hanya di sektor air bersih, dugaan penyimpangan juga muncul pada proyek rehabilitasi dan renovasi madrasah dengan nilai Rp 89 miliar yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Sumut. IKI menyoroti lemahnya kinerja kontraktor, kekurangan tenaga ahli, serta keterlambatan pengerjaan. Beberapa madrasah di Kabupaten Dairi menjadi contoh kasus keterlambatan yang mengakibatkan pemborosan anggaran dan berpotensi merugikan dunia pendidikan.
Hara Oloan menegaskan bahwa serangkaian dugaan penyimpangan ini menunjukkan adanya potensi persekongkolan sistematis yang merugikan masyarakat. “Proyek-proyek ini sejatinya untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, baik air bersih maupun fasilitas pendidikan. Namun jika dikelola dengan praktik-praktik tidak transparan, maka justru berpotensi merampas hak publik,” tegasnya.
IKI Sumut pun mendesak KPK untuk segera melakukan penyelidikan mendalam. Menurut Hara Oloan, langkah itu penting untuk memastikan siapa saja pihak yang terlibat, sekaligus menghentikan potensi kerugian negara yang lebih besar. Ia menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan dalam setiap penggunaan dana negara.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Balai Prasarana Permukiman Wilayah I Sumut belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan dugaan penyimpangan tersebut. Publik kini menunggu langkah KPK dalam merespons desakan IKI, demi memastikan proyek infrastruktur di Sumatera Utara benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
(Tim – red)