Baturaja,elangmasnews.com||Sengketa lahan antara H. Siswanto, SE di desa Gunung Meraksa kecamatan Lubuk Batang telah berlangsung cukup lama. persoalan ini menjadi terang benderang ketika H. Siswanto mengajukan permohonan SHM,sudah lengkap sesuai prosedur dengan administrasi yang sesuai, serta di telah di di terima verifikasi oleh BPN Oku hingga saat menunggu proses terbit nya permohonan, justru yang muncul bukanlah SHM, melainkan sanggahan dari Pengurus KUD Minanga Ogan. Mereka berpendapat bahwa lahan tersebut adalah milik anggota mereka dan sudah bersertifikat.
Kasus ini akhirnya mencapai meja hijau dalam Gugatan PTUN hingga sampai ke tingkat peninjauan kembali(PK) dalam perkara pembatalan SHM tersebut,.
H. Siswanto selaku penggugat dan mantan kepala desa Gunung Meraksa, terkejut bahwa SHM tersebut kok bisa terbit di atas tanahnya,padaha SKT aslinya atas lahan tersebut ada di H.siswanto dan tidak di serahkan karena hanya untuk lahan pembantu.
Dalam fakta persidangan, terungkap dugaan praktik mafia tanah yang mengkhawatirkan. SHM anggota KUD Minanga Ogan yang diterbitkan oleh BPN OKU, diduga memiliki berbagai indikasi mafia tanah. Alasan dasar SHM ini didapat oleh ibu Marike Naibaho, istri mantan kepala kantor BPN OKU, yang memicu kecurigaan. Selain itu, surat jual beli lahan dilakukan sebelum dasar haknya diterbitkan. Bahkan, pada tahun 1997, ibu Marike membuat surat pernyataan yang membagikan hak tanah kepada anak dan keponakannya, yang saat ini menjadi pihak tergugat. Namun, dalam fakta persidangan, terungkap bahwa surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh Kepala Desa Bandar Agung, SYUKRI JEMISIN, yang sangat melanggar hukum dan aturan. Karena objek tanah tersebut berada di desa gunung meraksa , terlebih pada saat itu h.siswanto yang menjabat sebagai kepala desa gunung meraksa.
Dugaan praktik mafia tanah semakin kuat dengan keterangan Saksi Parimin di pengadilan negeri Baturja. Parimin adalah mantan pensiunan ASN BPN OKU yang pernah menjadi juru ukur, dan dia tidak pernah mengukur lahan di desa Gunung Meraksa . Ini kontras dengan pernyataan pemilik SHM, Roina Sigalingging dalam keterangan saksi di PTUN palembang yang mengaku tidak tahu di mana letak objek tanahnya dan batas-batasnya. Bahkan, Roina mengakui tidak pernah mengurus atau mengajukan permohonan SHM kepada kantor BPN OKU. Semua ini mengindikasikan adanya pihak oknum yang terlibat dalam kasus ini, yang telah menyita perhatian masyarakat OKU, organisasi masyarakat , LSM, wartawan, dan penggiat anti korupsi/mafia tanah.
Menurut Ketua Penggiat Anti Korupsi “HIPZIN”, yang juga merupakan Ketua Umum Anti Korupsi Sumsel (Markass), masalah sengketa antara KUD Minanga Ogan dan BPN OKU melibatkan pemalsuan dokumen, khususnya akta otentik, yang dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan. Ini bukan hanya masalah antara H. Siswanto dan pihak lain, tapi juga melibatkan banyak masyarakat lain yang menjadi korban dari KUD Minanga Ogan dalam sengketa kepemilikan dan SHM. Hasil investigasi juga mengindikasikan bahwa KUD Minanga Ogan mungkin telah menerbitkan ribuan hektar sertifikat fiktif untuk tujuan perbankan, dan pencairan bank tidak sesuai dengan lahan perkebunan yang sebenarnya. Selain itu, KUD Minanga Ogan diduga terlibat dalam perambahan hutan kawasan, pelanggaran perizinan perkebunan, pengemplangan pajak, dan penjualan ilegal paket kebun sawit, semua yang merupakan kejahatan dalam pertanahan dan terindikasi pencucian uang yang merugikan negara puluhan miliar rupiah. ( Tim )