Banten, elangmasnews.com,-12 April 2025,- Kontroversi terkait keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali memanas dan menyeret nama besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Polemik ini semakin membingungkan publik karena pihak UGM hingga kini belum memberikan klarifikasi resmi yang dapat meredakan kecurigaan masyarakat. Terlebih, ijazah yang diklaim berasal dari Fakultas Kehutanan UGM dengan jurusan Teknologi Kayu, dinyatakan hilang dari arsip universitas.
Akademisi senior UGM, Prof. Mohammad Naiem, secara tegas menyatakan bahwa tidak pernah ada Program Studi Teknologi Kayu di Fakultas Kehutanan UGM sejak kampus tersebut berdiri tahun 1946. Ia menegaskan, hanya ada empat jurusan resmi di fakultas tersebut, yakni: Silvikultur, Manajemen Hutan, Teknologi Hasil Hutan, dan Konservasi Sumber Daya Hutan.
Joko Widodo sendiri pada 27 Maret 2025 di Solo menyebut tuduhan terhadap ijazahnya sebagai “fitnah murahan” yang terus diulang-ulang. Namun, ia tidak kunjung menunjukkan secara langsung ijazah yang dianggap asli. Hal ini membuat publik, termasuk tokoh seperti Panda Nababan, merasa gerah atas ketidakjelasan yang berkepanjangan. Bahkan, pada 1 April 2025, Joko Widodo justru menantang masyarakat untuk membuktikan bahwa ijazahnya palsu, tanpa terlebih dahulu membuktikan keasliannya secara terbuka.
Sikap Joko Widodo yang dinilai menghindari transparansi justru memperburuk keadaan. Masyarakat yang geram merencanakan aksi besar-besaran ke UGM pada 15 April 2025, dan ke kediaman Joko Widodo di Solo keesokan harinya, 16 April 2025. Aksi ini disebut akan dikoordinasi langsung oleh Prof. Dr. Eggy Sudjana, bersama Bunda Wati Salam dan Jatiningsih dari organisasi Aspirasi Emak-emak Indonesia.
Dugaan penggunaan ijazah palsu semakin menguat setelah pernyataan kontroversial dari Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, SH., M.Hum, yang menyebut bahwa ijazah Joko Widodo pernah ada, tetapi kini telah hilang dari arsip universitas. Ia menduga bahwa arsip tersebut telah dicuri oleh pihak tertentu. Jika benar ijazah diganti tanpa prosedur sah, maka ada konsekuensi hukum pidana yang harus ditindaklanjuti.
Penggunaan ijazah palsu di Indonesia diatur dalam pasal 263 ayat (1) dan pasal 263 ayat (2) KUHP, yang mengatur sanksi pidana hingga enam tahun penjara bagi siapa pun yang dengan sengaja menggunakan surat atau dokumen palsu. Selain itu, pasal 69 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan bahwa pelaku pemalsuan ijazah dapat dikenai hukuman maksimal lima tahun penjara dan/atau denda hingga Rp 500 juta.
Resmon Hasiholan Sianipar, salah satu tokoh yang yakin bahwa ijazah Presiden Joko Widodo palsu, mengaku siap membuktikannya melalui uji forensik. Ia juga akan ikut serta dalam aksi ke UGM dan kediaman Presiden bersama sejumlah aktivis pejuang demokrasi dan keadilan.
Dengan situasi yang semakin memanas, publik menunggu langkah tegas dari UGM maupun Presiden Joko Widodo untuk mengakhiri kontroversi ini secara transparan dan tuntas.(Red)
Narsum : Jacob Ereste